Popular Post

Popular Posts

About

Recent post

Archive for April 2017

PEMBANGUNAN EKONOMI DI WILAYAH JAWA TENGAH
Pembangunan wilayah bertujuan untuk meningkatkan daya saing wilayah, meningkatkan pertumbuhan ekonomi, mengurangi ketimpangan antarwilayah, serta memajukan kehidupan masyarakat. Pembangunan wilayah yang strategis dan berkualitas menjadi harapan setiap daerah di Indonesia.Pembangunan wilayah selain meningkatkan daya saing wilayah juga mengupayakan keseimbangan pembangunan antardaerah sesuai dengan potensinya masing-masing.
Perkembangan indikator utama dalam pembangunan wilayah meliputi pertumbuhan ekonomi,pengurangan pengangguran, dan pengurangan kemiskinan dapat menggambarkan capaian kinerja pembangunan wilayah secara umum.Kinerja perekonomian Provinsi Jawa Tengah selama tahun 2012-2014 berfluktuatif namun kembali meningkat pada tahun 2014. Rata-rata pertumbuhan ekonomi selama periode tersebut sebesar 5,3 persen lebih rendah dari laju pertumbuhan ekonomi rata-rata nasional sebesar 5,90 persen (Gambar 1). Besarnya PDRB Provinsi Jawa Tengah merupakan terendah ketiga setelah Yogyakarta dan Banten.



Kinerja pertumbuhan ekonomi daerah yang diukur dari besarnya PDRB per kapita diJawa Tengah selama kurun waktu 2010 – 2014 cenderung meningkat, yang menunjukkan meningkatnya tingkat kesejahteraan di provinsi ini walaupun berada dari rata-rata nasional pada periode tersebut. Jika pada tahun 2010 rasio antara PDRB perkapita Jawa Tengah dan PDB nasional sebesar 66,75 persen, maka pada tahun 2014 rasionya menurun menjadi 65,08 persen (Gambar 2). Hal ini menunjukkan kinerja rata-rata provinsi lain berkembang lebih pesat dari Jawa Tengah. Tantangan yang dihadapi pemerintah daerah adalah meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan landasan ekonomi daerah yang memperluas kesempatan kerja dan mempercepat peningkatan kesejahteraan ekonomi masyarakat.

Pertumbuhan Ekonomi dan Pengurangan Kemiskinan
Gambar 5 menunjukkan persebaran kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Tengah menurut rata-rata pertumbuhan ekonomi dan pengurangan kemiskinan tahun 2008 sampai dengan tahun 2013, dengan penjelasan sebagai berikut. Pertama, Kabupaten Purbalingga, Banjarnegara, Tegal, Kendal, dan Pati terletak di kuadran I, merupakan daerah dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi dan pengurangan kemiskinan di atas rata-rata provinsi. Hal ini berarti petumbuhan ekonomi yang terjadi di kelima kabupaten tersebut dapat mendorong pengurangan kemiskinan secara lebih cepat (pro-growth, pro-poor). Pemerintah sebaiknya mempertahankan pertumbuhan ekonomi serta tetap meningkatkan upaya pengurangan kemiskinan.
Kedua, Kabupaten Grobogan, Wonogiti, Rembang, Batang, Cilacap, Klaten, Pekalongan, Blora, Kebumen, Batang, Wonosobo, dan Brebes terletak di kuadran II, merupakan daerah dengan pertumbuhan ekonomi di bawah rata-rata provinsi namun pengurangan kemiskinan di atas rata-rata provinsi Jawa Tengah (low-growth, pro-poor). Tantangan yang harus dihadapi pemerintah daerah adalah menjaga efektivitas dan efisiensi kebijakan dan program pengurangan kemiskinan, dan secara bersamaan mendorong percepatan pembangunan ekonomi dengan prioritas sektor atau kegiatan ekonomi yang punya potensi berkembang seperti kelautan, perikanan, pertanian, serta perdagangan dan jasa.
Gambar 5
Dampak Pertumbuhan Ekonomi terhadap Pengurangan Jumlah Penduduk Miskin
Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008-2013

Ketiga, Kabupaten Boyolali, Temanggung, Sukoharjo, magelang, Kudus, dan Kota Tegal terletak di kuadran III, merupakan daerah dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi dan pengurangan kemiskinan di bawah rata-rata provinsi (low growth, less pro-poor). Pemerintah daerah harus bekerja keras untuk mendorong percepatan pembangunan ekonomi melalui peningkatan produktivitas sektor dan kegiatan ekonomi yang mampu menyerap tenaga kerja besar terutama dari golongan miskin. Pemerintah daerah juga dituntut untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi berbagai kebijakan dan program pengurangan kemiskinan.
Keempat, Kabupaten Purworejo, Pemalang, Semarang, Karanganyar,Banyumas, Sragen, Jepara, Kota Salatiga, Kota Surakarta, Kota Magelang, Kota Pekalongan, dan Kota Semarang terletak di kuadran IV, merupakan kota dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi di atas ratarata, dan pengurangan kemiskinan di bawah rata-rata provinsi (high-growth, less pro-poor). Pertumbuhan ekonomi yang tinggi di daerah tersebut belum memberikan dampak penurunan angka kemiskinan secara nyata. Tantangan yang harus dihadapi oleh pemerintah daerah adalah mendorong pengembangan kegiatan ekonomi di sektor-sektor yang menyerap banyak tenaga kerja. Selain itu diperlukan juga program dan kebijakan dalam hal penanggulangan kemiskinan.

1.2.2. Pertumbuhan Ekonomi dan Peningkatan IPM
Gambar 6 menunjukkan distribusi kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Tengah
berdasarkan rata-rata pertumbuhan ekonomi dan peningkatan IPM selama tahun 2008-2013.
Pertama, Kabupaten Karanganyar, Purworejo, Tegal, Pemalang, Kendal, Purbalingga, dan Sragen terletak di kuadran I, merupakan daerah dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi dan peningkatan IPM di atas rata-rata provinsi. Dalam kondisi ini tersirat bahwa pertumbuhan ekonomi telah sejalan dengan peningkatan IPM (pro-growth, pro-human development). Tantangan yang dihadapi pemerintah dalam kinerja yang baik ini adalah menjaga momentum pertumbuhan dengan tetap meningkatkan produktivitas dan nilai tambah, sekaligus mempertahankan efektivitas dan efisiensi pelayanan publik di bidang pendidikan dan kesehatan.
Gambar 6
Dampak Pertumbuhan Ekonomi terhadap Peningkatan IPM
Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008-2013


Kedua, Kabupaten Cilacap, Batang, Pekalongan, Brebes, Wonogiri, Blora, Rembang, dan Demak terletak di kuadran II, termasuk daerah dengan pertumbuhan ekonomi di bawah rata rata provinsi namun peningkatan IPM di atas rata-rata (low-growth, pro-human development). Hal ini mengindikasikan bahwa berbagai kebijakan dan program pembangunan untuk meningkatkan pelayanan publik dapat meningkatkan IPM. Tantangan yang harus diatasi adalah mendorong percepatan pembangunan ekonomi melalui peningkatan produktivitas dan nilai tambah sektor dan kegiatan ekonomi yang menggunakan sumber daya lokal seperti industry manufaktur, perdagangan dan jasa, pertanian, perikanan, dan kelautan.
Ketiga, Kabupaten Wonosobo, Grobogan, Magelang, Sukoharjo, Kudus, Klaten,Temanggung, Kebumen, Boyolali, dan Kota Tegal terletak di kuadran III dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi dan peningkatan IPM di bawah rata-rata provinsi (low growth, less prohuman development). Kondisi ini menegaskan perlunya pemerintah daerah membenahi pelayanan publik di bidang pendidikan dan kesehatan. Selain itu, pemerintah daerah juga harus bekerja keras mendorong seluruh SKPD untuk memacu pembangunan ekonomi dengan meningkatkan produktivitas dan nilai tambah sektor dan kegiatan utama daerah.
Keempat, Kabupaten Jepara, Pati, Banyumas, Banjarnegara, Semarang, Kota pekalongan, Kota Magelang, Kota Surakarta, Kota Salatiga, Kota Semarang berada di kuadran IV, termasuk kategori daerah dengan pertumbuhan ekonomi tinggi di atas rata-rata, tapi peningkatan IPM di bawah rata-rata (high-growth, less-pro human development). Tantangan bagi pemerintah daerah adalah menjaga keseimbangan antara pembangunan ekonomi dan peningkatan mutu pelayanan publik terutama di bidang pendidikan dan kesehatan.
Pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah selama 2016 melambat. Badan Pusat Statistik Jateng mencatat pertumbuhan ekonomi provinsi ini sebesar 5,28%, lebih rendah dari tahun sebelumnya yang mencapai 5,47%.
"Namun begitu, performa masih bagus mencapai angka 5,28%. Saya melihat tidak banyak provinsi mencapai angka ini. Pertumbuhan ekonomi Jateng masih di atas angka nasional 5,02%," ujar Kepala BPS Jateng, Margo Yuwono, Senin (6/2/2017).
Menurutnya, perekonomian Jateng tahun 2016 yang diukur berdasarkan Produk Domestik Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku mencapai Rp1.092.030 miliar. Pertumbuhan ekonomi terjadi pada seluruh lapangan usaha. Pertambangan dan penggalian merupakan lapangan usaha yang mengalami pertumbuhan tertinggi sebesar 18,73%. Jasa perusahaan menyusul di peringkat berikutnya sebesar 10,62% serta jasa kesehatan dan kegiatan sosial sebesar 9,86%.

Struktur perekonomian Jateng, lanjut dia, menurut lapangan usaha tahun 2016 didominasi oleh tiga lapangan usaha utama yaitu industri pengolahan (34,82%), pertanian, kehutanan dan perikanan (15,05%) dan perdagangan besar-eceran dan reparasi mobil-sepeda motor (13,39%).
"Perekonomian di Jateng tergantung dari industri pengolahan karena memberikan kontribusi terbesar. Bagaimana pergerakan industri pengolahan akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan," katanya. Sedangkan, lanjut dia, dari sisi pengeluaran pertumbuhan ekonomi tahun 2016 sebesar 5,28% didukung oleh hampir seluruh komponen kecuali komponen pengeluaran pemerintah. Sektor ini mengalami kontraksi pertumbuhan sebesar 1,71%.
"Kementerian melakukan penghematan anggaran sehingga berdampak pada perekonomian melambat. Konsumsi belanja pemerintah lebih rendah namun konsumsi rumah tangga stabil. Artinya, daya beli masyarakat masih terkendali," katanya.
Sementara itu, Direktur Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Tengah, Rahmat Dwisaputra menambahkan, keyakinan konsumen terhadap perekonomian di seluruh kota penyelenggara Survei Konsumen di Jateng mengalami penurunan. "Berdasarkan survei Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) disebutkan bulan Desember tercatat mencapai 12,51 atau menurun 7,5 poin dari bulan sebelumnya," terangnya.
Namun secara Abstraksi beginilah perekonomian pada tahun terakhir ini

  • Perekonomian Jawa Tengah tahun 2016 yang diukur berdasarkan Produk Domestik Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku mencapai Rp 1.092.030,9 miliar, sedangkan harga konstan mencapai Rp 849 383,6 miliar.
  • Ekonomi Jawa Tengah tahun 2016 tumbuh 5,28 persen melambat dibanding tahun 2015 (5,47 persen). Dari sisi produksi, pertumbuhan tertinggi dicapai oleh Lapangan Usaha Pertambangan dan Penggalian (18,73 persen). Dari sisi pengeluaran pertumbuhan tertinggi dicapai oleh Komponen Pembentukan Modal Tetap Bruto (5,96 persen).



Kelompok 4
Adelia Nursitasari (20216113)
Muhammad Baharudin Alamsyah (24216750)
Shely Apriliana (26216997)


PEMBANGUNAN EKONOMI DI WILAYAH JAWA TENGAH

Pertumbuhan Domestik Bruto Negara China

A. Pertumbuhan Domestik Bruto Negara China/Republik Tiongkok (RRT)
     Sejak akhir tahun 1970-an, RRT telah mengubah sistem perekonomiannya dari sistem ekonomi tertutup dan centrally planned menjadi sistem ekonomi yang lebih berorientasi pada pasar. Dengan mengimplementasikan kebijakan tersebut pada tahun 2010 RRT berhasil menjadi eksportir terbesar di dunia. Reformasi ekonomi RRT dimulai secara bertahap yakni keluar dari sistem pertanian kolektif dan meluaskannya dalam liberalisasi harga, desentralisasi fiskal, meningkatkan otonomi BUMN, mendiversifikasi sistem perbankan, mengembangkan pasar saham, meningkatkan pertumbuhan sektor swasta, dan membuka diri terhadap perdagangan, serta investasi luar negeri.
   Pada tahun 2012, di tengah terjadinya krisis keuangan global, RRT masih mampu mempertahankan pertumbuhan ekonomi yang stabil dan tetap. Beberapa prestasi yang dicapai oleh RRT di antaranya adalah kenaikan GDP dari RMB 26,6 triliun (US$ 4,2 triliun) menjadi RMB 51,9 triliun (US$ 8,3 triliun), yang menempatkan RRT di peringkat kedua secara global. Di samping itu, pendapatan pemerintah juga naik dari RMB 5,1 triliun (US$ 822 miliar) menjadi RMB 11,7 triliun (US$ 1,88 triliun) dengan penambahan lapangan kerja sebanyak 58,7 juta.
       Di bidang infrastruktur, selama periode lima tahun, pemerintah telah berhasil membangun lebih dari 18 juta unit rumah bersubsidi dan perbaikan 12 juta unit rumah di daerah pinggiran. Di samping itu, juga telah berhasil dibangun 19.700 km jalur kereta api, dimana 8951 kmnya adalah jalur kereta api cepat. Pemerintah juga telah membangun 609.000 km jalan baru, dengan 42.000 merupakan jalan tol, yang menambah panjang jalan tol secara keseluruhan menjadi 95.600 km. Lebih lanjut, juga telah dibangun 31 bandara dan 602 pelabuhan untuk 10.000 ton kapal serta pembangunan proyek besar untuk mengalirkan gas dan listrik dari barat ke timur.
     Salah satu kunci keberhasilan Pemerintah RRT dalam mempertahankan pertumbuhan ekonominya di tengah krisis global adalah penerapan kebijakan fiskal yang pro-aktif, kebijakan easy moneter, penerapan kebijakan finansial secara penuh, peningkatan belanja pemerintah, dan membuat pengurangan pajak secara struktural. Di samping itu, juga dilakukan penyesuaian giro wajib minimum dan suku bunga untuk mempertahankan pertumbuhan yang tepat dalam suplai uang dan kredit. Dalam merespon tren perubahan makro ekonomi, pemerintah juga secara cepat mengintensifkan implementasi kebijakan, mengurangi daya dorong dari kebijakan stimulus secara tepat waktu, dan mengimplementasikan kebijakan fiskal pro-aktif dan kebijakan moneter yang hati-hati.
     Dalam upaya untuk mempercepat penyesuaian struktur ekonomi dan mengembangkan kualitas serta kinerja pembangunan ekonomi, pemerintah telah melakukan serangkaian upaya untuk mendorong permintaan domestik. Sebagai hasilnya, kontribusi permintaan domestik terhadap pertumbuhan ekonomi meningkat.
     Di bidang industri, RRT melakukan berbagai upaya untuk mempromosikan transformasi sektor industri yang akhirnya menjadikan industri manufaktur RRT terbesar di dunia, dengan pertumbuhan nilai tambah tahunan rata-rata mencapai 13,4%. Hal ini sekaligus menjadikan manufaktur teknologi tinggi sebagai pilar utama ekonomi RRT.
     Disamping itu, pada periode lima tahun ini, industri strategis termasuk clean energy, konservasi energi, perlindungan lingkungan, teknologi komunikasi dan bio-medicines telah tumbuh dengan cepat. Kontribusi sektor jasa terhadap GPD juga meningkat sekitar 2,7%, dan membuat sektor ini mampu menciptakan lapangan kerja lebih banyak dari sektor lain.
   Perdagangan internasional RRT dalam kurun waktu lima tahun terakhir rata-rata tumbuh 12,2%/tahun dan RRT menempati peringkat kedua negara perdagangan terbesar dunia. RRT telah menjadi pengekspor terbesar dunia dan kontribusinya terhadap pasar internasional juga meningkat lebih dari 2 percentage point dibandingkan tahun 2007. Untuk investasi, selama lima tahun pemerintah telah menggunakan investasi asing sebanyak US$ 552,8 miliar. Dan untuk mendorong ekspansi pengusaha RRT keluar negeri, pemerintah menerapkan strategi go global. Outbound direct investment RRT naik dari US$ 24,8 miliar di tahun 2007 menjadi US$ 77,22 miliar di tahun 2012, dengan pertumbuhan pertahun mencapai 25,5%. Jumlah ini sekaligus menjadikan RRT sebagai salah satu sumber investasi utama dunia.
   Tahun 2013 merupakan tahun yang crucial untuk melanjutkan implementasi Rencana Lima Tahunan ke-12. Dalam kaitan ini, pemerintah telah menetapkan target pertumbuhan ekonomi yaitu pertumbuhan GDP sebesar 7,5%, CPI (inflasi) sebesar 3,5%, penambahan 9 juta lapangan kerja, tingkat pengangguran urban di bawah 4,6%, dan terus mengembangkan balance of payment. Dalam kaitan ini, pemerintah akan meneruskan kebijakan fiskal yang proaktif, pertama dengan menaikkan defisit dan utang pemerintah melalui cara yang sesuai. Tahun ini, diproyeksikan defisit sebesar RMB 1,2 triliun (US$ 200 miliar), RMB 400 triliun (US$ 64,5 miliar) lebih dibandingkan anggaran tahun lalu. Ini terdiri dari defisit pemerintah pusat sebesar RMB 850 milyar (US$ 137 miliar), dan RMB 350 miliar (56,4 miliar) dalam bentuk obligasi yang akan dikeluarkan oleh pemerintah daerah. Kedua, pemerintah akan memperbaiki kebijakan pemotongan pajak struktural dengan fokus mempercepat proyek percontohan untuk menggantikan business tax dengan VAT. Ketiga, akan mengoptimalkan struktur pengeluaran pemerintah dengan prioritas pada belanja pendidikan, kesehatan, jaminan sosial, dan bidang lain yang penting untuk masyarakat. Pemerintah akan memperketat pengeluaran administratif dan melakukan penghematan. Investasi dari pemerintah pusat utamanya akan dialokasikan untuk proyek rumah bersubsidi, proyek infrastruktur terkait pertanian, jaminan sosial dan proyek lain untuk pengurangan emisi dan perlindungan lingkungan. Dan keempat, memperkuat pengelolaan utang pemerintah daerah.
     Pemerintah China menurunkan proyeksi target pertumbuhan domestik bruto tahun 2017 dari 6,7 persen menjadi 6,5 persen. Ada kekhawatiran negeri itu atas kecenderungan proteksionisme di tingkat global. Tingkat utang terhadap PDB berusaha dikendalikan. Diturunkannya target pertumbuhan ekonomi negeri itu realistis. Hal tersebut diharapkan membantu mengontrol sekaligus menguatkan ekspektasi pertumbuhan ekonomi negeri itu. Reformasi berupa pengendalian tingkat utang terhadap produk domestik bruto (PDB) dan peningkatan kewaspadaan atas risiko-risiko krisis keuangan global. ”Aneka perkembangan, baik di dalam maupun luar China, memerlukan kesiapan kita untuk menghadapi situasi-situasi yang lebih kompleks sekaligus genting,” saat menyampaikan laporan kerjanya dalam pembukaan pertemuan tahunan parlemen di Beijing. China menargetkan pertumbuhan 6,5-7 persen tahun lalu. Realisasinya 6,7 persen dengan dukungan kredit perbankan, kenaikan harga rumah, dan investasi pemerintah. Namun, seiring dengan upaya pemerintah memperlambat pasar perumahan, pertumbuhan kredit, sekaligus memperketat tingkat utang, perekonomian pun melambat.
Konsumsi domestik
China berketetapan untuk mendorong pertumbuhan lewat konsumsi domestik dan investasi swasta. Seperti halnya tahun lalu, negeri itu tidak membuka angka targetnya untuk ekspor dengan alasan ketidak pastian kondisi perekonomian global. Pemerintah secara khusus menekankan perlunya mewaspadai risiko tingkat utang terhadap PDB negeri itu. Ini seiring dengan analisis para ekonom global yang menyatakan hal tersebut berisiko terhadap perekonomian China. Tren proteksionisme dan deglobalisasi meningkat, menimbulkan ketidakpastian arah negara-negara besar dan efek atas pilihan itu bagi negara lain di sekitarnya ataupun secara global. Kondisi itu juga dinyatakannya menjadi faktor yang bisa menyebabkan ketidakstabilan perekonomian. Meski tidak langsung menyebutkan Amerika Serikat, publik menangkap AS yang menjadi pusat perhatian China. Di tengah sikap AS yang cenderung lebih protektif, China bergeming untuk mempertahankan perdagangan bebasnya. Ekonom Universitas Renmin di Beijing, Son Lifang, melihat efek dari kencenderungan ketertutupan AS relatif terbatas bagi China. Transformasi perekonomian China dengan dorongan konsumsi dalam negeri dinilainya berpotensi mendukung pertumbuhan negeri itu. Pertumbuhan PDB 6,5 persen diperkirakan bisa menjaga tingkat ketersediaan lapangan kerja.
Kenaikan Fed Rate
Pasar keuangan global bisa terpengaruh dengan rencana kenaikan suku bunga acuan AS, Fed Fund Rate. Kemunggkinan kenaikan Fed Rate dilakukan Maret tahun ini, lebih cepat daripada yang ditargetkan sebelumnya. Keputusan itu akan diambil jika angka pengangguran dan inflasi AS sesuai dengan ekspektasi The Fed. Kenaikan Fed Rate terakhir dilakukan akhir tahun lalu. Kala itu, Fed Rate naik 0,25 persen, kenaikan kedua dalam 10 tahun terakhir.
B. KEMISKINAN
 Pertumbuhan ekonomi, dihitung berdasarkan pendekatan nilai riil produk domestic bruto (gross domestic bruto), bukan semata-mata menunjukkan peningkatan produk atau pendapatan secara makro. Pertumbuhan ekonomi telah menaikkan pendapatan perkapita masyarakat. Tolak ukur lain mengenai kesejahteraan (sekaligus kemiskinan) penduduk sebuah negara, yang bukan ditinjau berdasarkan aspek pendapatan, sangatlah bervariasi. Ada yang berpendekatan ekonomi, ada juga yang berpendekatan social. Tingkat kesejahteraan penduduk dapat pula dilihat melalui alokasi pengeluaran konsumsinya. Semakin sejahtera penduduk suatu negeri, maka semakin kecil pengeluaran konsumsinya untuk pembelian bahan pangan. Upaya China menggenjot pertumbuhan ekonomi dalam beberapa tahun terakhir berdampak pada peningkatan taraf hidup warganya. Alhasil, angka kemiskinan di negara ekonomi terbesar kedua di dunia turun signifikan.

  “Jumlah penduduk yang berada dalam kemiskinan di China hampir tiga per empat dari tingkat kemiskinan selama enam tahun, yakni dari 26 persen pada tahun 2007 menjadi tujuh persen pada 2012,” menurut laporan dari perusahaan riset Gallup yang berbasis di Amerika Serikat (AS), seperti dikutip dari laman CNN, beberapa waktu lalu. Selain berhasil mengurangi jumlah masayarakat kelas bawah, Negeri Tirai Bambu juga berhasil mendorong 65 persen penduduknya untuk naik kelas ke kelompok menengah dan menengah atas. Sejak memulai pembangunan ekonomi pada 1980, China berhasil menekan angka kemiskinan secara drastis yang saat itu berada pada level 64 persen. Tren tersebut juga dikaitkan dengan reformasi ekonomi dalam negeri yang diterapkan selama beberapa dekade terakhir. Salah satu aspek khusus dari keberhasilan sosio-ekonomi tersebut, lantaran adanya pertumbuhan industrialisasi yang pesat di ibu kota. Hal ini mendorong warga perdesaan untuk urbanisasi dan menilai pekerjaan di pusat perkotaan jauh lebih baik, khususnya pada sektor manufaktur.
 “Peningkatan pendidikan dan kesehatan telah memainkan peranan pentig dalam membantu kebanyakan warga China untuk keluar dari kemiskinan,” demikian penilaian Gallup. Jumlah penduduk China pada pertengahan 2014 diperkirakan mencapai 1,355,692,576 (July 2014 est.) atau sekitar 20% dari penduduk dunia, belum termasuk Hong Kong, Makau, dan Taiwan. Tantangan demografi yang dihadapi China saat ini, antara lain populasi yang menua, dan tingginya tingkat cacat lahir di wilayah tertentu. Ketidakseimbangan rasio gender pada dasarnya tidak terlalu tajam, yakni laki-laki: 51,3%, perempuan: 48,7%, namun isu yang berkembang adalah sulitnya kaum laki-laki mencari pasangan hidup akibat paradigma sosial yang mengakibatkan kaum perempuan Tiongkok lebih memilih pasangan hidup yang berada ataupun expatriat. Pertumbuhan penduduk di China diperkirakan akan terus meningkat tajam mulai dari tahun 2016 sampai tahun 2040.
  Sebanyak 128 juta penduduk atau 13.4 persen dari total penduduk Tiongkok hidup di bawah garis kemiskinan, karena China menaikkan standar garis kemiskinan menjadi 1.500 yuan atau US$ 230 per tahun (setengah dari standar garis kemiskinan yang ditetapkan Bank Dunia). Untuk itu, Pemerintah china telah menyusun rencana program pengentasan kemiskinan 10 tahun (2011–2020). Sementara itu pada pertengahan 2012, tingkat pengangguran di RRT mencapai 4,1% dari total penduduk China. Untuk mengatasi masalah ketenagakerjaan, pemerintah Tiongkok telah menciptakan 10,24 juta lapangan pekerjaan baru pada akhir bulan September 2012. Selain itu sebagai upaya memperluas penyediaan keamanan sosial bagi penduduknya, pemerintah Tiongkok telah memberikan jaminan social security untuk 90 persen penduduknya, serta memberikan rural pension scheme untuk 330 juta petani yang berumur 60 tahun lebih dengan tunjangan bulanan yang bervariasi sesuai tingkat standar penghasilan daerah mereka.
C. Tabel dan Grafik PDB di China




Referensi : 

Kelompok 4
Adelia Nursitasari (20216113)
Muhammad Baharudin Alamsyah (24216750)
Shely Apriliana (26216997)


Pertumbuhan Domestik Bruto Negara China

Kemiskinan dan Kesenjangan Sosial di Indonesia
Kemiskinan merupakan masalah sosial yang senantiasa hadir ditengah masyarakat. Kemiskinan sebagai fenomena sosial yang telah lama ada, berkembang sejalan dengan peradaban manusia. Masyarakat miskin pada umumnya lemah dalam kemampuan berusaha dan terbatas aksesnya kepada kegiatan ekonomi sehingga seringkali makin tertinggal jauh dari masyarakat lain yang memiliki potensi tinggi. Substansi kemiskinan adalah kondisi deprevasi tehadap sumber-sumber pemenuhan kebutuhan dasar yang berupa sandang, pangan, papan, dan pendidikan dasar (Sudibyo, 1995:11).
Kemiskinan juga sering disandingkan dengan kesenjangan, karena masalah kesenjangan mempunyai kaitan erat dengan masalah kemiskinan. Substansi kesenjangan adalah ketidakmerataan akses terhadap sumber daya ekonomi. Sudibyo (1995:11) mengatakan bahwa “apabila berbicara mengenai kemiskinan maka kemiskinan dinilai secara mutlak, sedangkan penilaian terhadap kesenjangan digunakan secara relatif”. Dalam suatu masyarakat mungkin tidak ada yang miskin, tapi kesenjangan masih dapat terjadi di dalam masyarakat tersebut.
Sebagian besar dari penduduk miskin ini tinggal diperdesaan dengan mata pencaharian pokok dibidang-bidang pertanian dan kegiatan-kegiatan lainnya yang erat hubungannya dengan sektor ekonomi tradisional tersebut. Kehidupan mereka bergantung pada pola pertanian yang subsistem, baik petani kecil atau pun buruh tani yang berpenghasilan rendah, ataupun bekerja dalam sektor jasa kecil-kecilan dan berpenghasilan pas-pasan. Fenomena banyaknya urbanisasi penduduk desa ke kota menunjukkan bahwa adanya ketidakmerataan pembangunan di perdesaan. Terbatasnya fasilitas umum, kecilnya pendapatan, dan terbatasnya pekerjaan dan dalih mencari kehidupan lebih baik menjadi alasan urbanisasi ini. Permasalahan tersebut menyiratkan adanya ketidakmerataan dan kesenjangan antara perdesaan dan perkotaan.
Pada Maret 2016, jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan) di Indonesia mencapai 28,01 juta orang (10,86 persen), berkurang sebesar 0,50 juta orang dibandingkan dengan kondisi September 2015 yang sebesar 28,51 juta orang (11,13 persen).Persentase penduduk miskin di daerah perkotaan pada September 2015 sebesar 8,22 persen, turun menjadi 7,79 persen pada Maret 2016. Sementara persentase penduduk miskin di daerah perdesaan naik dari 14,09 persen pada September 2015 menjadi 14,11 persen pada Maret 2016.Selama periode September 2015–Maret 2016, jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan turun sebanyak 0,28 juta orang (dari 10,62 juta orang pada September 2015 menjadi 10,34 juta orang pada Maret 2016), sementara di daerah perdesaan turun sebanyak 0,22 juta orang (dari 17,89 juta orang pada September 2015 menjadi 17,67 juta orang pada Maret 2016).
Peranan komoditi makanan terhadap Garis Kemiskinan jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan). Sumbangan Garis Kemiskinan Makanan terhadap Garis Kemiskinan pada Maret 2016 tercatat sebesar 73,50 persen, kondisi ini tidak jauh berbeda dengan kondisi September 2015 yaitu sebesar 73,07 persen.Jenis komoditi makanan yang berpengaruh terbesar terhadap nilai Garis Kemiskinan di perkotaan maupun di perdesaan, di antaranya adalah beras, rokok kretek filter, telur ayam ras, gula pasir, mie instan, bawang merah dan roti. Sedangkan untuk komoditi bukan makanan yang terbesar pengaruhnya adalah biaya perumahan, listrik, bensin, pendidikan, dan perlengkapan mandi.
DAMPAK KEMISKINAN

Pengangguran merupakan dampak dari kemiskinan, berhubung pendidikan dan keterampilan merupakan hal yang sulit diraih masyarakat, maka masyarakat sulit untuk berkembang dan mencari pekerjaan  yang layak untuk memenuhi kebutuhan. Dikarenakan sulit untuk bekerja, maka tidak adanya pendapatan membuat pemenuhan kebutuhan sulit, kekurangan nutrisi dan kesehatan, dan tak dapat memenuhi kebutuhan penting lainnya. Misalnya saja harga beras yang semakin meningkat, orang yang pengangguran sulit untuk membeli beras, maka mereka makan seadanya. Seorang pengangguran yang tak dapat memberikan makan kepada anaknya akan menjadi dampak yang buruk bagi masa depan sehingga akan mendapat kesulitan untuk waktu yang lama.
Kriminalitas merupakan dampak lain dari kemiskinan. Kesulitan mencari nafkah mengakibatkan orang lupa diri sehingga mencari jalan cepat tanpa memedulikan halal atau haramnya uang sebagai alat tukar guna memenuhi kebutuhan. Misalnya saja perampokan, penodongan, pencurian, penipuan, pembegalan, penjambretan dan masih banyak lagi contoh kriminalitas yang bersumber dari kemiskinan. Mereka melakukan itu semua karena kondisi yang sulit mencari penghasilan untuk keberlangsungan hidup dan lupa akan nilai-nilai yang berhubungan dengan Tuhan. Di era global dan materialisme seperti sekarang ini tak heran jika kriminalitas terjadi dimanapun.
Putusnya sekolah dan kesempatan pendidikan sudah pasti merupakan dampak kemiskinan. Mahalnya biaya pendidikan menyebabkan rakyat miskin putus sekolah karena tak lagi mampu membiayai sekolah. Putus sekolah dan hilangnya kesempatan pendidikan akan menjadi penghambat rakyat miskin dalam menambah keterampilan, menjangkau cita-cita dan mimpi mereka. Ini menyebabkan kemiskinan yang dalam karena hilangnya kesempatan untuk bersaing dengan global dan hilangnya kesempatan mendapatkan pekerjaan yang layak.
Kesehatan sulit untuk didapatkan karena kurangnya pemenuhan gizi sehari-hari akibat kemiskinan membuat rakyat miskin sulit menjaga kesehatannya. Belum lagi biaya pengobatan yang mahal di klinik atau rumah sakit yang tidak dapat dijangkau masyarakat miskin. Ini menyebabkan gizi buruk atau banyaknya penyakit yang menyebar.
Buruknya generasi penerus adalah dampak yang berbahaya akibat kemiskinan. Jika anak-anak putus sekolah dan bekerja karena terpaksa, maka akan ada gangguan pada anak-anak itu sendiri seperti gangguan pada perkembangan mental, fisik dan cara berfikir mereka. Contohnya adalah anak-anak jalanan yang tak mempunyai tempat tinggal, tidur dijalan, tidak sekolah, mengamen untuk mencari makan dan lain sebagainya. Dampak kemiskinan pada generasi penerus merupakan dampak yang panjang dan buruk karena anak-anak seharusnya mendapatkan hak mereka untuk bahagia, mendapat pendidikan, mendapat nutrisi baik dan lain sebagainya. Ini dapat menyebabkan mereka terjebak dalam kesulitan hingga dewasa dan berdampak pada generasi penerusnya.
Di suatu Negara sebesar Indonesia yang memiliki kekayaan alam yang cukup banyak, sumber daya manusia yang besar dengan wilayah yang sedemikian luas tentunya suatu keunggulan. Dibandingkan Negara kecil yang luas wilayahnya terbatas, tidak memiliki kekayaan alam seberapa. Dalam teori manajemen tentu kita masuk kategori unggul sumber daya alam banyak, sumber daya manusia banyak, teknologi mendukung. Namun kenyataan ini menjadi berbeda ketika kita melihat Negara Indonesia justru banyak angka kemiskinannya dimana di jalan masih dapat kita lihat rakyat masih tinggal di pemukiman kumuh, kesulitan mendapat pekerjaan, tidak dapat melanjutkan sekolah, kekurangan gizi. Disatu sisi ada sekelompok masyarakat yang hidupnya mewah dengan rumah besar, mobil mewah, pendidikan tinggi.
Semakin hari semakin tampak kesenjangan sosial itu. Padahal peranan Negara sangat penting dalam mewujudkan kesejahteraan rakyat disini. Kita bisa berbicara ini stratifikasi sosial bahwa ada tingkatan ekonomi masyarakat yang tidak semua sama. Dalam kehidupan ada yang namanya si kaya dan si miskin. Tampaknya kesenjangan antara si kaya dan si miskin makin hari menjadi-jadi. Hal ini justru menimbulkan kerawanan sosial dimana tingkat kejahatan semakin meningkat, kemiskinan, pendidikan rendah, kekurangan gizi, penyakitan dan sebagainya.. Tujuan suatu Negara adalah mewujudkan masyarakat yang makmur dan sejahtera. Bukan saja memakmurkan satu golongan tetapi memberikan kemakmuran pada semua masyarakatnya. Akan tampak aneh kalau kelompok kaya dengan mobil ratusan juta rupiah berseliweran di jalan dan pengemis yang kelaparan di jalan. Kalau kita sadar akan kondisi ini mestinya kita berpikir ada yang keliru dengan Negara ini. Negara berperan penting dalam mewujudkan fasilitas yang layak sesuai standar di Negara tersebut. Kebutuhan primer seperti makanan pokok, pakaian, perumahan, pendidikan, kesehatan harus diberikan dengan baik. Pembangunan fasilitas umum seperti jalan, listrik, sekolah, rumah sakit. Tugas Negara dalam mengatur pajak masyarakat yang besar itu untuk menciptakan masyarakat yang makmur sehingga kesenjangan sosial menjadi rendah dan kemiskinan dapat segera teratasi. Kenyataan yang terjadi saat ini adalah pembangunan yang berlandaskan pada kepentingan pemilik modal.
Satu contoh pembangunan supermarket besar yang dimiliki perusahaan tanpa memikirkan pasar tradisional yang menghidupi masyarakat bawah. Bahkan belakangan merambah mini market yang mematikan warung kecil. Kondisi seperti ini adalah contoh ketidak seimbangan yang terjadi yang menyebabkan kesenjangan sosial dan kemiskinan. Di era perdagangan bebas bangsa ini bisa jadi termasuk warung kecil itu. Karena Negara maju sudah memiliki berbagai produk yang berkualitas dan siap dipasarkan sedangkan kita masih menjadi bangsa konsumtif. Begitu perdagangan bebas di buka maka bangsa ini juga akan siap menjadi bangsa miskin. Produk yang bisa kita jual ke Negara lain tidak banyak sedangkan kita lebih banyak membeli dari Negara lain. Ketidak seimbangan ekspor dan impor ibarat hanya akan menambah hutang selanjutnya dapat dipastikan menjadi gulung tikar.
KEBIJAKAN ANTI KEMISKINAN

Kebijakan anti kemiskinan dan distribusi pendapatan mulai muncul sebagai salah satu kebijakan yang sangat penting dari lembaga-lembaga dunia, seperti Bank Dunia, ADB,ILO, UNDP, dan lain sebagainya.
Tahun 1990, Bank Dunia lewat laporannya World Developent Report on Proverty mendeklarasikan bahwa suatu peperangan yang berhasil melawan kemiskinan perlu dilakukan secara serentak pada tiga front :
(i)       Pertumbuhan ekonomi yang luas dan padat karya yang menciptakan kesempatan kerja danpendapatan bagi kelompok miskin,
(ii)        Pengembangan SDM (pendidikan, kesehatan, dan gizi), yang memberi mereka kemampuan yang lebih baik untuk memanfaatkan kesempatan-kesempatan yang diciptakan oleh pertumbuhan ekonomi,
(iii)       Membuat suatu jaringan pengaman sosial untuk mereka yang diantara penduduk miskin yang sama sekali tidak mamu untuk mendapatkan keuntungan-keuntungan dari pertumbuhan ekonomi dan perkembangan SDM akibat ketidakmampuan fisik dan mental, bencana alam, konflik sosial, dan terisolasi secara fisik.
Untuk mendukung strategi yang tepat dalam memerangi kemiskinan diperlukan intervensi-intervensi pemerintah yang sesuai dengan sasaran atau tujuan perantaranya dapat dibagi menurut waktu, yaitu :

1.      Intervensi jangka pendek, berupa :
-  Pembangunan/penguatan sektor usaha Kerjsama regional
-   Manajemen pengeluaran pemerintah (APBN) dan administrasi
-   Desentralisasi
-   Pendidikan dan kesehatan
-  Penyediaan air bersih dan pembangunan perkotaan
-  Pembagian tanah pertanian yang merat
2.      Pembangunan sektor pertanian, usaha kecil, dan ekonomi pedesaan
3.      Manajemen lingkungan dan SDA
4.      Pembangunan transportasi, komunikasi, energi dan keuangan
5.      Peningkatan keikutsertaan masyarakat sepenuhnya dalam pembangunan
6.      Peningkatan proteksi sosial (termasuk pembangunan sistem jaminan sosial)


KESIMPULAN
Jadi  kesenjangan sosial tidak semata-mata karena faktor internal dan kebudayaan, tetapi lebih disebabkan oleh adanya hambatan struktural yang membatasi serta tidak memberikan peluang untuk memanfaatkan kesempatan-kesempatan yang tersedia. Kendati faktor internal dan kebudayaan (kebudayaan kemiskinan) mempunyai andil sebagai penyebab kesenjangan sosial, tetapi tidak sepenuhnya menentukan.
Di Indonesia, kemiskinan merupakan salah satu masalah besar. banyak studi empiris yang memang membuktikan adanya suatu relasi trade off yang kuat antara laju pertumbuhan pendapatan dan  tingkat kemiskinan, hubungan negatif tersebut tidak sistematis. Namun, dari beberapa studi empiris yang pernah dilakukan, pendekatan yang digunakan berbeda-beda dan batas kemiskinan yang dipakai beragam pula, sehingga hasil atau gambaran mengenai hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan distribusi pendapatan juga berbeda.
Sumber:
Kelompok 4:
Adelia Nursitasari (20216113)
Muhammad Baharudin Alamsyah (24216750)
Shely Apriliana (26216997)


- Copyright © 2013 Adelia Nursita Sari - Devil Survivor 2 - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -