Popular Post

Popular Posts

About

Posted by : adelia nursita sari Sabtu, 28 Maret 2020


Corruption Perception Index
Transparency International, sebuah organisasi internasional yang bertujuan melawan korupsi banyak mempublikasikan hasil survei terkait korupsi. Termasuk Indeks Persepsi Korupsi (IPK). Sebuah publikasi tahunan yang mengurutkan negara-negara di dunia berdasarkan persepsi atau anggapan publik terhadap korupsi di jabatan publik dan politik. Corrupption Perception Index (CPI) atau yang sering biasa dikenal sebagai Indeks Persepsi Korupsi (IPK) mengukur sektor publik di 180 negara dan teritori. Penilain CPI didasarkan pada skor 0-100 dimana skor 0 memiliki arti sangat korup dan 100 berarti sangat bersih.
Corruption Perception Index 2019



            Berdasarkan data diatas Denmark dan New Zealand menduduki peringkat 1 dengan skor yang sama yaitu 87. Hal ini menyatakan, skor yang diberikan oleh CPI berarti negara tersebut memiliki kasus korupsi tertinggi. Pada tahun sebelumnya New Zealand berada dalam peringkat 2 dengan skor 87. Adapun Denmark yang tetap dalam peringkat 1 dengan total score sebelumnya 88, dimana score tersebut turun 1 poin yang artinya sedikit lebih baik dari tahun sebelumnya. Namun hal tersebut tidak membuat Denmark bebas dari peringkat 1.
            Dalam tabel tersebut juga terdapat negara Indonesia yang menduduki peringkat 40 dengan skor 85. Dimana pada tahun 2018 Indonesia menempati peringkat 38 dengan skor 89. Jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, Indonesia turun 2 peringkat dengan selisih 4 skor. Hal tersebut berarti pada tahun ini, korupsi yang terjadi di Indonesia berkurang. Berkurangnya skor yang diberikan CPI memang berarti Indonesia menjadi sedikit lebih baik, namun harus lebih ditingkatkan lagi pengawasannya serta tingkatkan kesadaran, kejujuran dan tanggungjawab dalam melaksanakan tugas yang di emban.
Global Corruption Barometer
Transparency International kembali meluncurkan Global Corruption Barometer (GCB). GCB merupakan potret kinerja pemberantasan korupsi berdasarkan persepsi dan pengalaman masyarakat di masing-masing negara. Survei GCB 2017 dilakukan selama Juli 2015 sampai Januari 2017. Transparency International melakukan survei kepada hampir 22.000 responden rumah tangga (≥ 18 tahun) di 16 negara Asia Pasifik. Survei dilakukan dengan metode wawancara tatap muka dan/atau telepon.


Hasil dari GCB 2017 memberikan gambaran bahwa korupsi masih terjadi dalam sektor layanan publik yang diselenggarakan negara. Ketika berinteraksi dengan layanan publik, lebih dari sepertiga masyarakat harus membayar suap. Polisi adalah layanan publik dengan suap tertinggi, diikuti dengan sektor administrasi dan kependudukan.
            Di Indonesia, survei dilakukan terhadap 1000 responden yang tersebar secara proporsional di 31 provinsi. Berdasarkan data diatas menunjukkan kasus korupsi tertinggi terdapat pada Dewan Perwakilan Rakyat dengan persentase 54%.
Bribe Payer Index
Indeks Pembayar Suap ( BPI ) adalah ukuran seberapa besar kemauan sektor bisnis suatu negara untuk terlibat dalam praktik bisnis yang korup. Responden dari survei ini adalah pelaku bisnis dari 28 negara terpilih. Menurut Luky, para responden diminta untuk memberikan penilaian tentang seberapa sering mereka melakukan suap di negara-negara, di mana responden tersebut memiliki hubungan bisnis. Rentang penilaian antara 0-10.
Transparency International meluncurkan bribe payer index tahun 2011. Hasilnya menempatkan Indonesia sebagai peringkat keempat terbawah negara yang paling banyak melakukan suap dalam transaksi bisnis di luar negeri dengan skor 7.1.
Political and Economic Risk Consultancy
Political and Economic Risk Consultancy adalah untuk menilai resiko politik dan ekonomi suatu negara. Salah satu kajian PERC menunjukkan tingkat persepsi eksekutif asing di negara tertentu. Penilaian berdasarkan hasil survei, pertanyaan yang diajukan yaitu “How do you grade the problem of corruption in the country in which you are working”. Penilaian yang dihasilkan berdasarkan skor 0-10, dimana 0 mengartikan nilai terbaik dan 10 yang terburuk.

            Jika dilhat dari gambar diatas, Indonesia menempati peringkat 3 terbawah dengan skor 7,57. Skor Indonesia turun sebesar 0,06 dari total skor tahun sebelumnya sebesar 7,63. Dimana hasil tersebut berarti skor tersebut Indonesia menempati 3 terburuk dalam kasus korupsi.
Global Competitiveness Index
Global Competitiveness Index  adalah untuk mengetahui tingkat kemampuan bersaing suatu negara tersebut dapat memberikan kemakmuran kepada warga negaranya.

Indonesia berada di peringkat ke-50, turun lima peringkat dari tahun lalu berdasarkan laporan Forum Ekonomi Dunia ( World Economic Forum). Penurunan skor GCI keseluruhan kecil (0,3 hingga 64,6) dan kinerjanya pada dasarnya tidak berubah. Ini peringkat keempat dalam ASEAN, di belakang Singapura (1), Malaysia (27) dan Thailand (40). Kekuatan utama Indonesia adalah ukuran pasarnya (82,4, 7) dan stabilitas makroekonomi (90,0, 54). Mengenai kinerjanya pada pilar indeks lainnya, ada ruang yang cukup untuk perbaikan dengan jarak ke perbatasan antara 30 dan 40 poin, meskipun tidak ada kesenjangan besar. Indonesia memiliki budaya bisnis yang dinamis (69,6, 29) dan sistem keuangan yang stabil (64,0, 58) —keduanya merupakan peningkatan di tahun 2018 — dan tingkat adopsi teknologi yang tinggi (55,4, 72), mengingat tahap perkembangan negara dan bahwa kualitas akses tetap relatif rendah. Kapasitas inovasi masih terbatas (37,7, 74), tetapi semakin meningkat.



Sumber :

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

- Copyright © 2013 Adelia Nursita Sari - Devil Survivor 2 - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -